Ketergantungan mata pencaharian terhadap cuaca menyebabkan rendahnya pemasukan nelayan. Pendapatan rata-rata nelayan di Yogyakarta berada di bawah garis kemiskinan, yaitu Rp10.111.333,-/tahun. Di Pantai Sadeng sendiri, salah satu pantai pelabuhan yang terletak di ujung timur Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, rata-rata pendapatan nelayannya hanya mencapai Rp8.400.000,- sampai dengan Rp12.000.000,- per tahun. Di sisi lain, sebagai kaum marjinal di pesisir, para nelayan hanya memiliki keterampilan melaut. Sehingga tidak memiliki kemampuan untuk menambah nilai pada hasil tangkapan.
Begitu pula dengan istri para nelayan, atau biasa disebut dengan wanita nelayan, yang sehari-hari hanya melaksanakan peran reproduksi saja. Keadaan seperti ini pada akhirnya berdampak pada ekonomi rumah tangga nelayan dan menyebabkan istri nelayan menjadi korban. Istri nelayan harus mencari hutang dan menggadaikan barang-barang saat suaminya tidak melaut (Pamela, 2012). Masalah finansial ini dapat memberi pengaruh negatif pula terhadap pendidikan anak, pemenuhan gizi keluarga, hingga pertengkaran dan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi besar sebagai penghasil komoditi perikanan dunia, terutama ikan tuna. Pantai Sadeng termasuk dalam salah satu kawasan laut penghasil komoditas tuna terbanyak di Indonesia. Data dari laporan tahunan PPP Sadeng (2010), hasil tangkapan ikan selama tahun 2005-2009 meningkat antara 11,82% sampai dengan 40,67% tiap tahunnya. Namun, pada kenyataannya tidak semua produksi perikanan dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia, karena untuk beberapa jenis ikan memiliki pasar ekspor yang sangat baik, sehingga sebagian besar produksinya langsung diekspor.
Sejalan dengan itu, menurut Ketua Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) Karya Lestari, Ni Made Putriningsih Wirna, usaha pengolahan hasil perikanan adalah kegiatan yang sangat strategis dan menguntungkan, karena di samping jenis ikan sangat banyak, jenis olahannya pun sangat beragam (Yasin, 2013). Gary Stibel, CEO New England Consulting Group (NECG), menyatakan bahwa makanan ringan adalah trend makanan jangka panjang dan masa depan pangan (Stibel, Topsy, 2012). Wakil presiden pemasaran dan penjualan Rudoph Foods, Mark Singleton, menambahkah bahwa makanan ringan yang kini berpotensi untuk dikembangkan adalah makanan ringan sehat dengan pilihan rasa yang unik (Toopsy, 2012).
Stick Ikan Tuna dibuat oleh Wanita Nelayan Sadeng Mina Raharjo |
Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan peran wanita nelayan agar dapat menjadi solusi alternatif meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat pesisir dan menggalakkan diversifikasi produk perikanan, STIKi (Stik Ikan) hadir sebagai olahan pangan sehat yang gurih, lezat, menyehatkan, dan dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat.